Lukman.NET

Sebuah blog perjalanan seorang pemuda.

Etika Profesi: Kasus Ford Pinto

   

Sekilas Tentang Ford Pinto

Ford Pinto adalah mobil yang diproduksi oleh perusahaan Ford. Desainer Ford Pinto menempatkan tangki bahan bakar di bagian belakang mobil, di bagian belakang poros. Hal ini dilakukan untuk menciptakan ruang bagasi yang lebih besar. Desain ini sangat berbahaya, jika mobil ditabrak dari belakang bisa menyebabkan ledakan yang disebabkan tangki bahan bakar.

Kontroversi seputar Ford Pinto menyangkut penempatan tangki bahan bakar mobil. Penempatan tangki bahan bakar terletak di belakang poros belakang, bukan di atasnya. Hal ini dilakukan untuk menciptakan ruang bagasi yang lebih besar. Masalah dengan desain, yang kemudian menjadi jelas, adalah bahwa itu membuat Pinto lebih rentan terhadap tabrakan belakang. Kerentanan ini ditingkatkan dengan fitur lain dari mobil. Tangki gas dan poros belakang dipisahkan dengan hanya sembilan inci. Ada juga baut yang diposisikan dengan cara yang mengancam tangki bensin. Akhirnya, desain pipa pengisi bahan bakar menghasilkan probabilitas yang lebih tinggi yang akan memutuskan sambungan dari tangki dalam hal terjadi kecelakaan bias terjadi, menyebabkan tumpahan gas yang dapat menyebabkan kebakaran yang berbahaya. Karena banyaknya kelemahan dalam desain ini, Pinto menjadi pusat perdebatan publik.
 
 

 
Kronologi Kasus 1

Pada tanggal 10 Agustus 1978, sebuah Ford Pinto ditabrak dari belakang di jalan raya Indiana. Hantaman tabrakan itu menyebabkan tangki bahan bakar Pinto pecah, meledak dan terbakar. Hal ini mengakibatkan kematian tiga remaja putrid yang berada di dalam mobil itu. Kejadian ini bukan pertama kalinya Pint terbakar akibat tabrakan dari belakang. Dalam tujuh tahun sejak peluncuran Pinto, sudah ada 50 tuntutan hukum yang berhubungan dengan tabrakan dari belakang. Meskipun demikian, kali ini Ford dituntut di pengadilan criminal akibat penumpangnya tewas.

Untuk kasus ini, desainer dan pihak Ford secara keseluruhan tidak memikirkan dampak berbahaya yang bisa terjadi. Desain dari mobil Ford Pinto tidak memikirkan aspek keamanan dan keselamatan nyawa pengemudi dan penumpangnya.

Dilema yang dihadapi para desainer yang mengerjakan Pinto adalah menyeimbangkan keselamatan orang yang mengendarai mobil dan kebutuhan untuk memproduksi Pinto dengan harga yang dapat bersaing di pasar. Mereka harus berusaha menyeimbangkan tugas mereka kepada public dan tugas mereka kepada atasan. Akhirnya usaha Ford untuk menghemat beberapa dolar dalam biaya manufaktur mengakibatkan pengeluaran jutaan dolar untuk membela diri dari tuntutan hukum dan membayar ganti rugi korban. Tentu saja ada juga kerugian akibat hilangnya penjualan akibat publisitas buruk dan persepsi publik bahwa Ford tidak merancang produknya untuk keamanan pengendara.Semua menjadi dilemma. Karena sangat sulit kalau sebuah institusi lebih mengutamakan laba perusahaan daripada nyawa manusia.

Pada awalnya desain yang berbahaya ini telah diketahui oleh perusahaan Ford sebelum mobil Ford Pinto dipasarkan, namun Ford lebih memilih untuk membayar biaya ganti rugi kematian daripada mendesain ulang tangki bahan bakar, karena dirasa akan membutuhkan biaya yang lebih besar untuk mendesain ulang tangki bahan bakar.
 
 
Kronologi Kasus 2
Pada bulan November 1971, Grays membeli baru 1972 Pinto hatchback yang diproduksi oleh Ford pada bulan Oktober 1971. The Grays mengalami kesulitan dengan mobil dari awal. Selama beberapa bulan pertama kepemilikan, mereka harus mengembalikan mobil ke dealer untuk perbaikan beberapa kali. Masalah mobil mereka termasuk gas yang berlebihan dan konsumsi minyak, turun pergeseran transmisi otomatis, kurangnya daya, dan sesekali mengulur-ulur. Ia kemudian mengetahui bahwa mengulur-ulur dan konsumsi bahan bakar yang berlebihan disebabkan oleh pelampung karburator berat.
 
Pada tanggal 28 Mei 1972, Mrs Gray, disertai dengan 13 tahun Richard Grimshaw, ditetapkan dalam Pinto dari Anaheim untuk Barstow untuk bertemu Mr Gray. The Pinto saat itu berusia 6 bulan dan telah didorong sekitar 3.000 mil. Mrs Gray berhenti di San Bernardino untuk bensin, kembali ke jalan bebas hambatan (Interstate 15) dan melanjutkan ke arah tujuan nya di 60-65 mil per jam. Saat ia mendekati Route 30 off-jalan di mana lalu lintas padat, ia pindah dari jalur cepat ke luar jalur tengah dari jalan bebas hambatan. Tak lama setelah perubahan jalur ini, Pinto tiba-tiba terhenti dan meluncur berhenti di jalur tengah. Ia kemudian menetapkan bahwa pelampung karburator telah menjadi begitu jenuh dengan bensin yang tiba-tiba tenggelam, membuka ruang mengambang dan menyebabkan mesin untuk banjir dan kios. Sebuah mobil bepergian segera balik Pinto mampu berbelok dan menyebarkannya tetapi driver dari 1962 Ford Galaxie tidak mampu untuk menghindari bertabrakan dengan Pinto. The Galaxie telah bepergian 50-55 mil per jam tapi sebelum dampaknya telah mengerem dengan kecepatan 28-37 mil per jam.

Pada saat dampak, Pinto terbakar dan interior yang dilalap api. Menurut ahli penggugat, dampak dari Galaxie telah didorong tangki gas Pinto depan dan menyebabkan ia menjadi tertusuk oleh flens atau salah satu baut di perumahan diferensial sehingga bahan bakar disemprotkan dari tangki bocor dan masuk ke kompartemen penumpang melalui kesenjangan yang dihasilkan dari pemisahan bagian roda belakang baik dari lantai pan. Pada saat Pinto datang untuk beristirahat setelah tumbukan, kedua penghuni telah menderita luka bakar serius. Ketika mereka muncul dari kendaraan, pakaian mereka hampir sepenuhnya dibakar. Mrs Gray meninggal beberapa hari kemudian dari gagal jantung kongestif akibat luka bakar. Grimshaw berhasil bertahan hidup, tetapi hanya melalui tindakan medis heroik. Dia telah mengalami banyak dan luas operasi dan cangkok kulit dan harus menjalani operasi tambahan selama 10 tahun ke depan. Dia kehilangan bagian dari beberapa jari di tangan kirinya dan bagian dari telinga kirinya, sementara wajahnya diperlukan banyak cangkok kulit dari berbagai bagian tubuhnya.



Analisis Kasus Ford Pinto

Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukkan bahwa etika konsistem dengan tujuan bisnis, khususnya dalam kencari keuntungan. Jika perusahaan Ford memperhatikan keselamatan pengendara dalam produksi Ford Pinto, perusahaan Ford tidak akan mengeluarkan biaya tambahan untuk memberikan ganti rugi pada korban kecelakaan.

Dalam pengerjaan teknis perancangan dan pembuatan sebuah mobil Ford Pinto, terjadi juga pelanggaran kode etik seorang insinyur/engineer yaitu

”… membuat keputusan yang konsistem terhadap keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan public, serta menghindari sekaligus menyungkap faktor-faktor yang membahayakan public dan lingkungan.”

Etika bisnis berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan pelaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, serta diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
 
Sebagai seorang wirausaha hendaknya menerapkan etika saat berusaha. Dalam bidang otomotif ada etika engineering dan etika bisnis yang mengikat dan harus ditaati. Kejayaan suatu perusahaan besar dituntut dari hal-hal seperti kepercayaan, nama baik perusahaan, produk yang berkualitas, dan tentunya ketahanan terhadap persaingan dengan kompetitor. Dalam kasus Ford Pinto, keputusan bisnis yang dibuat untuk memenangkan persaingan dengan kompetitor telah mengabaikan kepercayaan, nama baik perusahaan, kualitas produk dengan mengabaikan etika-etika dasar yang harusnya ditaati.

Kasus Ford Pinto tidak akan terjadi jika kebijakan bisnis untuk mendapatkan laba yang lebih besar dengan mengorbankan keamanan tidak diambil oleh Ford. Kepercayaan konsumen terhadap sebuah produk bisnis sangatlah penting, karena menjadi poin dasar dalam penentuan pemasaran produk dan keberlangsungan sebuah perusahaan.



Sumber:
http://www.rcrsd.com/verdicts-settlements/fuel-system-fire/
http://otomotif-10.blogspot.com/2011/10/kasus-ford-pinto.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Ford_Pinto

 

Sistem Manajemen Mutu - Etika Profesi #SOFTSKILL

Standar sistem adalah standar yang mengatur bagaimana suatu produk dibuat. Pengujiannya dengan cara pemeriksaan sistem / operasional. Sistem manajemen mutu adalah suatu kegiatan yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi berkaitan dengan mutu (proses dan produk).


Berikut ini adalah beberapa standar sistem manajemen mutu yang digunakan oleh PT. ABC:

1.ISO seri 9000, Standar sistem manajemen mutu
ISO Seri 9000 merupakan kesepakatan internasional tentang sistem manajemen mutu atau sistem yang mengatur bagaimana suatu produk dibuat, kesepakatan ini dibakukan menjadi persyaratan standar sistem mutu internasional.

Tujuannya :
•Menghasilkan produk yang baik secara konsisten dengan cara menerapkan sistem manajemen mutu untuk memberikan kepuasan pelanggan
•Menjamin berjalannya proses peningkatan mutu secara berkesinambungan (continuous improvement) dengan penerapan sistem manajemen mutu secara konsisten

 Alasan menerapkan ISO seri 9000 :
•ISO seri 9000 menyediakan petunjuk untuk mengembangkan sistem manajemen mutu yang baik
•ISO seri 9000 berperan sebagai alat kontrol dan continual improvement
•Pelanggan menurut ISO seri 9000 sebagai persyaratan transaksi bisnis (diminta oleh pelanggan)
•ISO seri 9000 telah diterima oleh sebagian besar negara di dunia (berlaku & diakui secara internasional)

Keuntungan menerapkan ISO seri 9000 :
•Keteraturan kerja, adanya sistem dokumentasi yang baik, yang menjelaskan tentang siapa melakukan apa serta bagaimana caranya
•Konsistensi kualitas, penerapan standar dan prosedur yang terdokumentasi serta adanya audit menjamin konsistensi penerapan sistem
•Peningkatan produktivitas, sistem pengendalian arsip yang baik memudahkan analisis / evaluasi data untuk melakuakn improvement, sehingga kegagalan hasil kerja (reject, repair, rework) dapat dikurangi dan karenanya produktivitas akan meningkat
•Peningkatan performa finansial, standarisasi berdasarkan praktik bisnis yang baik beserta penerapan kontrol dan improvement dapat menekan inefficiency (kegagalan hasil kerja), sehingga mempunyai dampak terhadap penurunan cost
•Customer oriented, terpenuhinya persyaratan pelanggan secara konsisten
•Recognition, pengakuan pelanggan / market terhadap perusahaan
•Kesimpulan, ISO seri 9000 menjanjikan banyak keuntungan, tetapi perlu dilakukan perencanaan, kerja keras serta continuous improvement untuk mencapainya.
 

2.ISO 14001, Standar tentang pengaturan lingkungan
ISO 14001 adalah standar internasional mengenai sistem manajemen lingkungan (Environment Management System)

Mengapa ISO 14001 dibuat ?
Permasalahan lingkungan telah menjadi permasalahan global dimana harus dihadapi secara keseluruhan antar negara di seluruh dunia. Sesuai dengan peningkatan perhatian internasional terhadap lingkungan, maka harus dibuat sebuah sistem manajemen pengelolaan lingkungan yang disepakati secara internasional, untuk itu ISO sebagai badan internasional membuat standar seri ISO 14001 mengenai lingkungan.

Kebijakan Lingkungan, Keselamatan, dan Kesehatan Kerja (LK3) PT ABC:
Dalam upaya mengelola bisnis dan resiko bisnis, manajemen dan segenap karyawan PT ABC senantiasa berpedoman kepada ISO 14001:2004 dan SMK3 dengan cara :
•Menciptakan kondisi kerja, proses kerja dan produk yang aman dan ramah lingkungan dengan memperhatikan pencegahan pencemaran pada setiap tahapan proses
•Melakukan pengamanan dan perlindungan sumber daya perusahaan
•Mematuhi dan memenuhi peraturan pemerintah seta persyaratan lain yang terkait di bidang Lingkungan, Keselamatan, dan Kesehatan Kerja
•Melakukan tindakan perbaikan yang berkesinambungan dalam pengelolaan Lingkungan, Keselamatan, dan Kesehatan Kerja
•Berperan serta dalam pembinaan lingkungan dan masyarakat sebagai wujud tanggung jawab sosial.

Kebijakan Lingkungan, Keselamatan, dan Kesehatan Kerja ini dikomunikasikan kepada karyawan, mitra kerja perusahaan dan seluruh pihak terkait di lingkungan PT ABC serta ditinjau ulang secara berkala. SMK3 adalah kebijakan pengendalian Resiko Kegiatan Kerja agar tercipta tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

5K2S :
•Ketertiban, memisahkan barang yang perlu dan tidak perlu dan tidak meletakkan barang yang tidak diperlukan di tempat kerja
•Kerapihan, meletakkan barang yang diperlukan dalam keadaan siap pakai oleh siapapun dan kapan saja
•Kebersihan, menciptakan tempat kerja bebas dari sampah dan kotoran
•Kelestarian, kelestarian mencakup tertib, rapi dan bersih
•Kedisiplinan, membiasakan diri melaksanakan segala sesuatu dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan yang telah diputuskan
•Semangat Kerja, usaha terus menerus disertai program-program yang berkesinambungan untuk selalu meningkatkan mutu tertib, rapi, bersih, lestari dan disiplin
•Safety, memelihara keselamatan dengan selalu mematuhi cara kerja yang aman serta menggunakan perlengkapan kerja yang ditetapkan dengan cara-cara yang benar.

Audit System
Dalam menjaga mutu proses dan produk dilakukan beberapa proses audit. Diantra nya tipe-tipe audit yang dilakukan adalah:
1.       Audit pihak pertama, contohnya yaitu Audit Mutu Internal (AMI), Self Audit
2.       Audit pihak kedua, contohnya yaitu Audit SubCont
3.       Audit pihak ketiga, contohnya yaitu Audit yang dilakukan oleh badan setifikasi eksternal yaitu SGS.



Referensi:
lagibelajar88.blogspot.com
webportal.internal PT. ABC

6 Sigma Process

Six Sigma disebut strategi karena terfokus pada peningkatan kepuasan pelanggan, disebut disiplin ilmu karena mengikuti model formal,yaitu DMAIC ( Define, Measure, Analyze, Improve, Control )dan alat karena digunakan bersamaan dengan yang lainnya, seperti Diagram Pareto(Pareto Chart) dan Histogram. Kesuksesan peningkatan kualitas dan kinerja bisnis, tergantung dari kemampuan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Kemampuan ini adalah hal fundamental dalam filosofi six sigma.

 
 
 
 


Key Performance Indicator’s




KPI’s (Key Performance Indicators), atau Indikator Kunci Kinerja dalam bahasa Indonesia, adalah bagian dari sebuah ukuran kinerja atau  metrik finansial ataupun non-finansial yang digunakan untuk membantu suatu organisasi menentukan dan mengukur kemajuan terhadap sasaran organisasi. Selain KPI’s ukuran kinerja juga banyak dikenal dengan KRI’s (Key Result Indicator’s). Disini kita akan membahas tentang KPI’s.
 
Atau dengan kata lain KPI’s bisa diartikan sebagai sebuah perangkat ukuran yang fokus terhadap aspek kinerja organisasi yang paling kritis bagi kesuksesan pada sebuah organisasi baik saat ini maupun saat mendatang, yang dikontrol dan dimonitor secara harian atau mingguan.
Jadi... KPI’s itu fokus terhadap aspek kinerja yang paling kritis pada sebuah organisasi yang harus selalu dikontrol.
  Sumber: Dalam buku Key Performance Indicator’s, David Parmenter


ETIKA PROFESI GURU INDONESIA - Tugas Etika Profesi #SOFTSKILL

   


Pengertian Etika Profesi

Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.

 

Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”.

 

Menurut Burhanuddin (1997), sedangkan jika ditinjau dari bahasa latin  etika  adalah “ethnic”, yang berarti kebiasaan, serta dalam bahasa Greec “Ethikos” yang berarti a body of moral principles or values. Etika menurut berbagai literatur sama juga dengan akhlak, moral, serta budi pekerti, dimana akhlak berarti perbuatan manusia (bahasa arab), moral berasal dari kata “mores” yang berarti perbuatan manusia, sedangkan budi adalah berasal dari dalam jiwa, ketika menjadi perbuatan yang berupa manifestasi dari dalam jiwa menjadi pekerti (bahasa sanskerta).

 

Menurut Susi (2009), secara bahasa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat.

 

Secara epistemologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan.

 

Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin, 2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.

 

Secara bahasa profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian, keterampilan, kejuruan, dan sebagainya.

 

 

Jadi etika porfesi adalah merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan dan ini perwujudan moral yang hakiki, yang tidak dapat dipaksakan dari luar. Dapat berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu. Tolak ukur perbuatan anggota kelompok profesi. Merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya

Konsep Dasar Etika Profesi Guru

(Soetjipto,1999) Tuntutan dasar etika profesi luhur yang pertama ialah agar profesi itu dijalankan tanpa pamrih. Dr. B. Kieser menuliskan:

 

“Seluruh ilmu dan usahanya hanya demi kebaikan pasien/klien. Menurut keyakinan orang dan menurut aturan-aturan kelompok (profesi luhur), para profesional wajib membaktikan keahlinan mereka semata-mata kepada kepentingan yang mereka layani, tanpa menghitung untung ruginya sendiri. Sebaliknya, dalam semua etika profesi, cacat jiwa pokok dari seorang profe-sional ialah bahwa ia mengutamakan kepentingannya sendiri di atas kepentingan klien.”

 

Yang kedua adalah bahwa para pelaksana profesi luhur ini harus memiliki pegangan atau pedoman yang ditaati dan diperlukan oleh para anggota profesi, agar kepercayaan para klien tidak disalahgunakan. Selanjutnya hal ini kita kenal sebagai kode etik. Mengingat fungsi dari kode etik itu, maka profesi luhur menuntut seseorang untuk menjalankan tugasnya dalam keadaan apapun tetap menjunjung tinggi tuntutan profesinya.

Kesimpulannya adalah jabatan guru juga merupakan sebuah profesi. Namun demikian profesi ini tidak sama seperti profesi-profesi pada umumnya. Bahkan boleh dikatakan bahwa profesi guru adalah profesi khusus luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib menginsafi dan menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode etik yang telah diikrarkannya, bukan semata-mata segi materinya belaka.

Persatuan Guru Republik Indonesia menyadari bahwa Pendidikan adalah merupakan suatu bidang Pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Tanah Air serta kemanusiaan pada umumnya dan …….Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan Undang –Undang Dasar 1945. Maka Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya sebagai Guru dengan mempedomani dasar –dasar sebagai berikut:

1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila

2. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing –masing .

3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik , tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.

4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik –baiknya bagi kepentingan anak didik.

5. Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan.

6. Guru secara sendiri – sendiri dan atau bersama – sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya.

7.  Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan keseluruhan.

8. Guru bersama –sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengapdiannya.

9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.

 

Syarat-syarat Profesi Guru

Menurut Dr. Wirawan, Sp. A (dalam Dirjenbagais Depag RI, 2003) menyatakan persyaratan profesi, antara lain :

a.      Pekerjaan Penuh

Suatu profesi merupakan pekerjaan penuh oleh masyarakat atau perorangan. Profesi merupakan pekerjaan yang mencakup tugas, fungsi, kebutuhan, aspek atau bidang tertentu dari anggota masyarakat secara keseluruhan. Profesi guru mencakup khusus aspek pendidikan dan pengajaran di sekolah.

b.      Ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan profesi terdiri dari cabang ilmu utama dan ilmu pembantu. Cabang ilmu utama adalah cabang ilmu yang menentukan esensi suatu profesi. Contohnya profesi guru cabang ilmu utamanya adalah ilmu pendidikan dan cabang ilmu pembantunya masalah psikologi.

c.       Aplikasi ilmu pengetahuan 

Ilmu pengetahuan pada dasarnya mempunyai dua aspek, yaitu aspek teori dan aspek aplikasi. Aspek aplikasi ilmu pengetahuan adalah penerapan teori-teori ilmu pengetahuan untuk membuat sesuatu., mengerjakan sesuatu atau memecahkan sesuatu yang diperlukan. Profesi merupakan penerapan ilmu pengetahuan untuk mengerjakan, menyelesaikan, atau membuat sesuatu.

Kaitan dengan profesi guru, tidak hanya ilmu pengetahuan yang harus dikuasai oleh guru tetapi juga pola penerapan ilmu pengetahuan tersebut sehingga guru dituntut untuk menguasai keterampilan mengajar.

d.      Lembaga Pendidikan Profesi

Ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh guru untuk melakanakan profesinya harus dipelajari dari lembaga pendidikan tinggi yang khusus mengajarkan, menerapkan, dan meneliti serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu keguruan. Sehingga peran lembaga pendidikan tinggi sebagai pencetak sumber daya manusia harus betul-betul memberikan pemahaman dan pengetahuan yang mantap pada calon pendidik.

 


 

Kode Etik Guru Indonesia

BAGIAN SATU

Pengertian, Tujuan, dan Fungsi

Pasal 1

(1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.

(2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pasa ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.

Pasal 2

(1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.

(2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.

 

BAGIAN DUA

Sumpah/Janji Guru Indonesia

Pasal 3

(1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

(2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.

(3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.

Pasal 4

(1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia.

(2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelum melaksanakan tugas.

 

BAGIAN TIGA

Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional

Pasal 5

Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari:

(1) Nilai-nilai agama dan Pancasila.

(2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

(3) Nilai-nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,

Pasal 6

(1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik:

a. Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.

b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.

c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.

d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.

e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.

f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.

g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.

h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.

i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.

j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.

k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.

l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.

m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.

n. Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.

o. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.

p. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Murid :

a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.

b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.

c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.

d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.

e. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.

f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.

g. Guru tidak melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

(3) Hubungan Guru dengan Masyarakat :

a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.

b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.

c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.

e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.

f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.

g. Guru tidak membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.

h. Guru tidak menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.

(4) Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat:

a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.

b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.

c. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.

d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah.

e. Guru menghormati rekan sejawat.

f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.

g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.

h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.

i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.

j. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.

k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.

l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.

m. Guru tidak mengeluarkan pernyataan-keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.

n. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya.

o. Guru tidak mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

p. Guru tidak membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.

q. Guru tidak menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.

(5) Hubungan Guru dengan Profesi :

a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.

b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan.

c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.

d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.

e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.

f. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.

g. Guru tidak menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.

h. Guru tidak mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.

(6) Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya :

a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.

b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.

c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.

d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.

e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.

f. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.

g. Guru tidak mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.

h. Guru tidak menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

(7) Hubungan Guru dengan Pemerintah:

a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.

b. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.

c. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

d. Guru tidak menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.

e. Guru tidak melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.

 

BAGIAN EMPAT

Pelaksanaan, Pelanggaran, dan Sanksi

Pasal 7

(1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia.

(2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan pemerintah.

Pasal 8

(1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakana Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru.

(2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

(3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan, sedang, dan berat.

Pasal 9

(1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhdap Kode Etik Guru Indonesia menjadi wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.

(2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.

(3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.

(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.

(5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.

(6) Setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasihat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.

 

Bagian Lima

Ketentuan Tambahan

Pasal 10

Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.

 

Bagian Enam

Penutup

Pasal 11

(1) Setiap guru harus secara sungguh-sungguh menghayati, mengamalkan, serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.

(2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.


 

Sumber:

Drs. Burhanuddin Salam, M. M, Etika Individual Pola Dasar Filsafat, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997)

Susi Herawati, S.Ag.,M.Pd, Etika dan Profesi Keguruan, (Batusangkar: STAIN Press, 2009)

http://alfallahu.blogspot.com, diakses pada tanggal 20 April 2014

http://pgrikundur.edublogs.org/kode-ikrar/kode-etik-guru, , diakses pada tanggal 20 April 2014

Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI), Jakarta 27 November 2012

Facebook Twitter RSS